Langsung ke konten utama

berhijab..

Awalnya, memang semua itu paksaan. Sekali lagi, awalnya.

Kali ini ingin rasanya saya bercerita tentang dasar alasan berhijab saya.
Stop, jangan malas dulu untuk membacanya.
Saya tidak akan bercerita panjang lebar tentang aurat wanita, atau malah memaksa kalian untuk menutup aurat.
Tidak, tidak ada paksaan dari saya.

Saya hanya ingin bercerita bahwa saya belum menjadi seorang akhwat yang hebat, bahkan mungkin saya pun belum baik.
Mungkin pula saya masih sangat jauh dari prediket akhwat. Tapi kawan, saya hanya ingin berbagi cerita.
Bahwasannya, saya belum mampu mematuhi semua peraturan dengan kerendahan hati dan kepercayaan kepada Allah sebagai yang Maha Benar.

Saya belum menjadi orang yang sehebat itu. Buat saya, peraturan yang baik itu harus dijalankan, tetapi semua itu harus masuk dan sesuai dengan logika saya sebagai manusia.

Awalnya saya berpikir bahwa saya tak ingin mematuhi peraturan karena sekedar ikut-ikutan atau malah paksaan orang tua.
Saya ingin saya tahu betul apa yang saya lakukan dan apa yang saya putuskan untuk kebaikan hidup saya.
Walau pada akhirnya saya tahu, bahwa ada pertanyaan yang tak perlu dijawab. Cukup yakini dengan hati, kawan!


Ya, andai saya tak tahu. Masih ingin saya rasakan memakai rok setengah betis dengan atasan cantik dan rambut berkibar.
Jujur, rasa ini masi muncul kadang sekelibat. Saya belum menjadi akhwat yang baik kawan, kau tahu itu.
Masih suka setan mengganggu saya dengan melemahkan keimanan saya.

Saya sadar kadang setan suka menggoda saya, “ga pake jilbab kan gapapa, asal bajunya panjang dan rapih” Sejak kecil, orang tua saya membiasakan saya untuk memakai jilbab, sejak bayi bahkan

Mungkin saya memakai jilbab hanya karena kebiasaan. Ah tapi bukan itu menurut saya.

Saya berpikir betapa istimewa nya perempuan, layaknya teori kue di dalam lemari kaca, betapa jelas gambarannya bahwa perempuan itu mahal harganya.

Tapi sayang, yang senang “mengobral” harga nya pun ternyata diri kita sendiri. Naudzubillah.

Di tengah keinginan saya memperlihatkan kepada semua orang bahwa betapa cantiknya saya, saya lebih bertekuk lutut dengan teori kue dalam lemari kaca.


Ya, bukan sepenuhnya karena Allah mewajibkan, tapi juga karena saya tahu, ini sesuai dengan logika manusia biasa.

Good is not enough, we must be a great person.
Ya, baik saja tak cukup tapi kau harus jadi orang HEBAT.

Jadi, Ah, mungkin kau bisa menarik kesimpulannya teman.
Hanya satu kalimat saja.
Wanita itu sempurna, sayang hanya satu yang ia lupa. Tentang betapa dirinya itu sangatlah berharga.


Renungan lagi, setelah hari Rabu yang menegangkan itu
Allah, terima kasih tentang segala HIDAYAH itu, kuatkan hati ku untuk menjadi yang HEBAT.


repost from
haniva azzahra blog

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2023

 Bismillahirrahmanirrahim.. 2023, Alhamdulillah , sampai juga di tahun ini. Blog ini kujadikan sebagia salah satu prasasti yang mendokumentasikan catatan perjalanan, meskipun diapdet hanya 1 tahun sekali. Dari seorang gadis yang mencari footprint di hidupnya, hingga sekarang , wanita dengan 2 anak. yang Insya Allah bertambah 1 lagi jundullah.. alhamdulillah, kehamilan ke-3 di usia menginjak 5 bulan.Allah karuniakan Janin yang aktif. sjak 4 bulan awal sudah aktif berinteraksi. Mungkin karena kondisi emosional ibunya yang naik turun, di masa kehamilannya. Semoga bisa asik dan khusus bersama Ummi ya Nak... Ummi yang snagat tempramen, naik turun kondisi kehamilan sambil memebersamai 2 kaka-kakamu yang snagaaat aktif dan cerdas, Masya Allah. 2022 menjadi kondisi yang roller coaster, sejak kehadiran janin diperut , aku sempat vacuum 4 bulanna, tidak muncul dimana-mana. Tapi dunia kan tetap hiruk pikuk, aku bukan Megawati, yang ucapan dan jokesnya bikin geger, jadi dunia tentu ga akan merasa

Sebuah refleksi dari buku : All I need to know is what i learned in Kindegarten- chapter 1

 Bismillah, Buku pada judul yang ku sebut diatas didapatkan sesuai dengan rekomndasi dari Bpk Anies Baswedan pada live tiktok di masa kampanyenya. Aku as the one who take a part in this condition, nurturing a baby, a 7 y.o boy and a 5 y.o daughter been feel so relate.  Apalagi mengingat throw back momen, bahwa saat ta'aruf session di perjalanan menuju lepas lajangku, aku bersedia melepas atribut BUMN dan mau pulang ke akar rumput menjadi guru TPA. Sebuah hal yang tidak mengerti oleh gurunda yang menjadi penyambung aku dan suami di kala itu. Karena aku ingin, anak-anak TPA yang identk dengan sesuatu yang tidak berkelas mendapat akses global society. alhamdulillah, bener saja, harapanku sekarang.. membangun sebuah bisnis untuk anak usia dini.. Oks, back to the topic, let me start Memang menarik, mendidik value pada masa anak-anak sekarang adalah elemental. menjadi bagian untuk ambil peran dari human society Menyiapkan anak-anak kita untuk menjadi pewujud doa setiap hari, mutaqqiina i

Membuat"nya" tetap di koridor syari'at

Bismillah.. Pertanyaan ini diajukan ke murabbi SMP-ku waktu liqo di rumahnya “ustadzah, kenapa ga cepet nikah,?” Waktu itu ustadzah wajahnya pias dan dia menjawab “Untuk ustadzah, menikah itu sama sepert kita membangun peradaban bil, nanti dari rahim ustadzah lahir jundi-jundiyah yang membela agama Allah” , “ustadzah sempet dinasihatin orang tua karena ustadzah nolak bebrapa orang, tap ustadzah ga mau main-main untuk hal ini”dan waktu itu gue ngangguk puas. Jawaban murabbi gue itu emang majleb-jleb.. sejak itu gue  punya frame bahwa pernikahan adalah hal yang sacral.. Sama sakralnya dengan jaln mencapai sana.. :’( Sederhana memang, kata menjaga, tapi semacam ... Bayangkan, ketika harus selalu pura-pura lupa, pura-pura biasa, pura- pura ga denger kata sekitar, dan pura-pura baik-baik saja. Waktu: Menolak halus saat di jemput distasiun dengan mobilnya setelah capek perjalanan 10 jam St Senen- Jogjakarta Menjawab SMS dengan berkali-kali hapus-ketik, mencari kat