Awalnya, memang semua itu paksaan. Sekali lagi, awalnya.
Kali ini ingin rasanya saya bercerita tentang dasar alasan berhijab saya.
Stop, jangan malas dulu untuk membacanya.
Saya tidak akan bercerita panjang lebar tentang aurat wanita, atau malah memaksa kalian untuk menutup aurat.
Tidak, tidak ada paksaan dari saya.
Saya hanya ingin bercerita bahwa saya belum menjadi seorang akhwat yang hebat, bahkan mungkin saya pun belum baik.
Mungkin pula saya masih sangat jauh dari prediket akhwat. Tapi kawan, saya hanya ingin berbagi cerita.
Bahwasannya, saya belum mampu mematuhi semua peraturan dengan kerendahan hati dan kepercayaan kepada Allah sebagai yang Maha Benar.
Saya belum menjadi orang yang sehebat itu. Buat saya, peraturan yang baik itu harus dijalankan, tetapi semua itu harus masuk dan sesuai dengan logika saya sebagai manusia.
Awalnya saya berpikir bahwa saya tak ingin mematuhi peraturan karena sekedar ikut-ikutan atau malah paksaan orang tua.
Saya ingin saya tahu betul apa yang saya lakukan dan apa yang saya putuskan untuk kebaikan hidup saya.
Walau pada akhirnya saya tahu, bahwa ada pertanyaan yang tak perlu dijawab. Cukup yakini dengan hati, kawan!
Ya, andai saya tak tahu. Masih ingin saya rasakan memakai rok setengah betis dengan atasan cantik dan rambut berkibar.
Jujur, rasa ini masi muncul kadang sekelibat. Saya belum menjadi akhwat yang baik kawan, kau tahu itu.
Masih suka setan mengganggu saya dengan melemahkan keimanan saya.
Saya sadar kadang setan suka menggoda saya, “ga pake jilbab kan gapapa, asal bajunya panjang dan rapih” Sejak kecil, orang tua saya membiasakan saya untuk memakai jilbab, sejak bayi bahkan
Mungkin saya memakai jilbab hanya karena kebiasaan. Ah tapi bukan itu menurut saya.
Saya berpikir betapa istimewa nya perempuan, layaknya teori kue di dalam lemari kaca, betapa jelas gambarannya bahwa perempuan itu mahal harganya.
Tapi sayang, yang senang “mengobral” harga nya pun ternyata diri kita sendiri. Naudzubillah.
Di tengah keinginan saya memperlihatkan kepada semua orang bahwa betapa cantiknya saya, saya lebih bertekuk lutut dengan teori kue dalam lemari kaca.
Ya, bukan sepenuhnya karena Allah mewajibkan, tapi juga karena saya tahu, ini sesuai dengan logika manusia biasa.
Good is not enough, we must be a great person.
Ya, baik saja tak cukup tapi kau harus jadi orang HEBAT.
Jadi, Ah, mungkin kau bisa menarik kesimpulannya teman.
Hanya satu kalimat saja.
Wanita itu sempurna, sayang hanya satu yang ia lupa. Tentang betapa dirinya itu sangatlah berharga.
Renungan lagi, setelah hari Rabu yang menegangkan itu
Allah, terima kasih tentang segala HIDAYAH itu, kuatkan hati ku untuk menjadi yang HEBAT.
repost from
Kali ini ingin rasanya saya bercerita tentang dasar alasan berhijab saya.
Stop, jangan malas dulu untuk membacanya.
Saya tidak akan bercerita panjang lebar tentang aurat wanita, atau malah memaksa kalian untuk menutup aurat.
Tidak, tidak ada paksaan dari saya.
Saya hanya ingin bercerita bahwa saya belum menjadi seorang akhwat yang hebat, bahkan mungkin saya pun belum baik.
Mungkin pula saya masih sangat jauh dari prediket akhwat. Tapi kawan, saya hanya ingin berbagi cerita.
Bahwasannya, saya belum mampu mematuhi semua peraturan dengan kerendahan hati dan kepercayaan kepada Allah sebagai yang Maha Benar.
Saya belum menjadi orang yang sehebat itu. Buat saya, peraturan yang baik itu harus dijalankan, tetapi semua itu harus masuk dan sesuai dengan logika saya sebagai manusia.
Awalnya saya berpikir bahwa saya tak ingin mematuhi peraturan karena sekedar ikut-ikutan atau malah paksaan orang tua.
Saya ingin saya tahu betul apa yang saya lakukan dan apa yang saya putuskan untuk kebaikan hidup saya.
Walau pada akhirnya saya tahu, bahwa ada pertanyaan yang tak perlu dijawab. Cukup yakini dengan hati, kawan!
Ya, andai saya tak tahu. Masih ingin saya rasakan memakai rok setengah betis dengan atasan cantik dan rambut berkibar.
Jujur, rasa ini masi muncul kadang sekelibat. Saya belum menjadi akhwat yang baik kawan, kau tahu itu.
Masih suka setan mengganggu saya dengan melemahkan keimanan saya.
Saya sadar kadang setan suka menggoda saya, “ga pake jilbab kan gapapa, asal bajunya panjang dan rapih” Sejak kecil, orang tua saya membiasakan saya untuk memakai jilbab, sejak bayi bahkan
Mungkin saya memakai jilbab hanya karena kebiasaan. Ah tapi bukan itu menurut saya.
Saya berpikir betapa istimewa nya perempuan, layaknya teori kue di dalam lemari kaca, betapa jelas gambarannya bahwa perempuan itu mahal harganya.
Tapi sayang, yang senang “mengobral” harga nya pun ternyata diri kita sendiri. Naudzubillah.
Di tengah keinginan saya memperlihatkan kepada semua orang bahwa betapa cantiknya saya, saya lebih bertekuk lutut dengan teori kue dalam lemari kaca.
Ya, bukan sepenuhnya karena Allah mewajibkan, tapi juga karena saya tahu, ini sesuai dengan logika manusia biasa.
Good is not enough, we must be a great person.
Ya, baik saja tak cukup tapi kau harus jadi orang HEBAT.
Jadi, Ah, mungkin kau bisa menarik kesimpulannya teman.
Hanya satu kalimat saja.
Wanita itu sempurna, sayang hanya satu yang ia lupa. Tentang betapa dirinya itu sangatlah berharga.
Renungan lagi, setelah hari Rabu yang menegangkan itu
Allah, terima kasih tentang segala HIDAYAH itu, kuatkan hati ku untuk menjadi yang HEBAT.
repost from
haniva azzahra blog
Komentar
Posting Komentar