Bismillahirrahmanirrahim
Setelah merasa kesepian selepas membaca “bumi cinta” nya habiburrahman, saya coba untuk menulis, berharap, sedikit saja ada relung yang terisi, entah dengan apa.
Tuhan? Anda bilang begitu? Sungguh, Trkadang saya malu mengingatNya, terlalu jauh dan terpuruk untuk sekedar mengukir hidayah.
Karena nyatanya, memang saya selalu diliputi kesempatan memperoleh hidayah. Lingkungan saya kondusif dan basic pendidikan islam saya dibandingkan teman sekolah memang lebih baik. Bukan sombong untuk kalimat barusan , hanya saya ungkapkan untuk membantu menyadarkan dari kebodohan saya.
Tertawa, tapi tak berasa.
Menangis , entah untuk apa.
Saya faham sekali. Ini penyakit jiwa yang kering kerontang dari suplai energinya.
Tak usah ceramahi saya. Karena saya tahu, bahwa yang saya perlukan adalah mengingat kehadiran Tuhan. Dia bakan lebih dekat dari urat nadi. Itu kata-kata yang sering saya ucapkan untuk teman yang cerita bahwa dirinya merasa jauh dari keberadaan pemilikNya.
Saya menulis untuk membangun diri, percayalah. Harapannya kefuturan saya berlalu, biar rasakan esensi hidup sesungguhnya.
Hidup untuk mati kan? Dan mati ada karena untuk hidup. Hidup yang kekal, tanpa kebimbangan, jelas dan lugas. Semoga saja, saya termasuk orang-orang yang beruntung merasakan telaga Al-Kautsar nanti.
allahumma Amin pel, saling mendoakan kita:)
BalasHapussubhanallah, makasih pelku yang shalihah
BalasHapus