Langsung ke konten utama

Muhasabah Resah di Gempita Cita

Tertatih-tatih kita menapak tinggi letih
Hingga rasanya berjatuhan semua harapan dari perbekalan
Terbahak-bahak kita menjejak ujung puncak
Hingga berkerap terlupakan semua tujuan dari perenungan
Bersama gejolak peraduan angan dan tantangan, hampir tak bersisa harap, hingga sujud mampu menembus bumi dan desak tangis mampu menembus langit.
Bersama gempita perayaan angan dan impian, hingga tak teringat harap, hingga sujud lenyap dari memori dan gelak tawa mengguncang cakrawala.

Di mana jiwa-jiwa yang berkelana??
Di mana angka-angka kotak suara??
Di mana khotbah-khotbah ajakan jihad??
Serupa mengisi balon-balon dengan karbon, sisa-sisa, menggelembung tapi tak melambung. Lain hal jika helium yang mengisinya, gas mulia, terkembang mengawang membawa terbang.
Jangan-jangan kaki kita hanya sepasang tanpa bahu-bahu penopang?!
Jangan-jangan kuping kita hanya sepasang tanpa lisan-lisan penenang?!
Ajakan-ajakan menjadi tidak barakah, tidak bernilai tambah, bahkan mungkin menjadi wabah
Ironi pencita-cita negeri yang tegak berdiri
***
Sejak pertama berada dalam rahim tarbiyah, menu gizi kita adalah menu-menu maraatibul ‘amal, serupa appetizer hingga dessert di setiap hidangan. Mengenal syahadatain hingga memilih jalan yang lain, yang kita namai hidayah dan dakwah. Darinya, kini kita lalu gandrung bicara tentang peradaban, tentang cinta pada diin di negeri ini yang dicita kelak menjadi sokoguru semesta.
Lantas peradaban apakah yang sebenarnya sedang kita bangun? Benih belantara apa yang sedang kita tanam? Sajian apa yang sebenarnya sedang kita tawarkan untuk memenuhi rongga-rongga kepuasan mulut, perut, dan kepala orang-orang yang kita labeli ummat dan mad’u itu?
Kemudian di saat kaki-kaki kita menjejak puncak martabat insani yang bergelimang senang, tersanjungkah kita yang pandai bercakap tentang keluhuran Islam, keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudhu di dingin ujung malam, lapar perut karena shiyam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang. Tersanjungkah kita dengan licin lidah kita bertutur, sementara dalam hati hampa tak ada apa-apa. Kita telan bulat-bulat mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa kita adalah seorang salih, ‘alim, ‘abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.
Ada yang mengaku sepenuh jiwa-raga berjibaku, ada yang mengheningkan kata di balik tumpah ruah amal, ada yang mengheningkan cinta pada tatap mata, ada yang tidur nyenyak lalu mengigau dirinya berlari kencang dalam garis dakwah jama’ah.
Tidak ada permukaan yang mulus di atas jalan yang lurus, hingga orang-orang salih terdahulu dalam goncangan pedih langkahnya bertanya-tanya “Mataa nashrullaah…?? Kapankah pertolongan Allah akan datang…??”. Di kala terpojokkan pada sudut dinding kelam hingga tak kuasa lagi membeda kawan dan lawan, di kala fastabiqul khairaat diwarnai saling meruntuhkan, nampaknya kisah akan terulang.
Sebagaimana hikayat para penjaga bagasi-bagasi harta qarun, kunci ruang masa depan peradaban Islam itu tidak hanya untuk satu genggam tangan, tidak untuk langkah sepasang kaki. Dia energi yang terakumulasi dari luapan hati yang menggenangi hati ragam jiwa di sekitarnya, cinta yang memancarkan nuansa hangat hingga darah-darah itu mengalir menyingkirkan yang menyumbat. Dia energi yang terkonversi dari putaran-putaran kerja, dari getaran-getaran amal yang tak henti hingga ajal menepi. Dia putaran dan getaran yang serupa dawai-dawai di tangan seorang professional, mengalunkan nada-nada harmoni yang menggerakkan dengan tulus.
Mari kita keluar dari kamar-kamar berkelambu kita, keluar dari kantor-kantor ber-AC kita. Kita lipat sajadah-sajadah, sarung-sarung, dan rukuh-rukuh usai munajat panjang kita. Bergegas sepenuh energi yang terisikan dalam jiwa, raga, harta kita. Bergegas segenap luapan haru biru ridha Allah di jannah-Nya. Bergegas setinggi ‘Arsyi singgasana Rabbil ‘Aalamiin. Merengkuh tangan-tangan lain untuk bersama menggenggam. Mengajak kaki-kaki lain untuk bersama melangkah.
Kita terus bekerja, terus bekerja, terus bekerja… dengan amunisi cita dan cinta, dengan nuansa harmoni yang membahana. Hingga Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang Mukmin yang membersamai kembalinya kita.
 
 
RePost dari blog mas



comment?
malu :'

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2023

 Bismillahirrahmanirrahim.. 2023, Alhamdulillah , sampai juga di tahun ini. Blog ini kujadikan sebagia salah satu prasasti yang mendokumentasikan catatan perjalanan, meskipun diapdet hanya 1 tahun sekali. Dari seorang gadis yang mencari footprint di hidupnya, hingga sekarang , wanita dengan 2 anak. yang Insya Allah bertambah 1 lagi jundullah.. alhamdulillah, kehamilan ke-3 di usia menginjak 5 bulan.Allah karuniakan Janin yang aktif. sjak 4 bulan awal sudah aktif berinteraksi. Mungkin karena kondisi emosional ibunya yang naik turun, di masa kehamilannya. Semoga bisa asik dan khusus bersama Ummi ya Nak... Ummi yang snagat tempramen, naik turun kondisi kehamilan sambil memebersamai 2 kaka-kakamu yang snagaaat aktif dan cerdas, Masya Allah. 2022 menjadi kondisi yang roller coaster, sejak kehadiran janin diperut , aku sempat vacuum 4 bulanna, tidak muncul dimana-mana. Tapi dunia kan tetap hiruk pikuk, aku bukan Megawati, yang ucapan dan jokesnya bikin geger, jadi dunia tentu ga akan merasa

Sebuah refleksi dari buku : All I need to know is what i learned in Kindegarten- chapter 1

 Bismillah, Buku pada judul yang ku sebut diatas didapatkan sesuai dengan rekomndasi dari Bpk Anies Baswedan pada live tiktok di masa kampanyenya. Aku as the one who take a part in this condition, nurturing a baby, a 7 y.o boy and a 5 y.o daughter been feel so relate.  Apalagi mengingat throw back momen, bahwa saat ta'aruf session di perjalanan menuju lepas lajangku, aku bersedia melepas atribut BUMN dan mau pulang ke akar rumput menjadi guru TPA. Sebuah hal yang tidak mengerti oleh gurunda yang menjadi penyambung aku dan suami di kala itu. Karena aku ingin, anak-anak TPA yang identk dengan sesuatu yang tidak berkelas mendapat akses global society. alhamdulillah, bener saja, harapanku sekarang.. membangun sebuah bisnis untuk anak usia dini.. Oks, back to the topic, let me start Memang menarik, mendidik value pada masa anak-anak sekarang adalah elemental. menjadi bagian untuk ambil peran dari human society Menyiapkan anak-anak kita untuk menjadi pewujud doa setiap hari, mutaqqiina i

Membuat"nya" tetap di koridor syari'at

Bismillah.. Pertanyaan ini diajukan ke murabbi SMP-ku waktu liqo di rumahnya “ustadzah, kenapa ga cepet nikah,?” Waktu itu ustadzah wajahnya pias dan dia menjawab “Untuk ustadzah, menikah itu sama sepert kita membangun peradaban bil, nanti dari rahim ustadzah lahir jundi-jundiyah yang membela agama Allah” , “ustadzah sempet dinasihatin orang tua karena ustadzah nolak bebrapa orang, tap ustadzah ga mau main-main untuk hal ini”dan waktu itu gue ngangguk puas. Jawaban murabbi gue itu emang majleb-jleb.. sejak itu gue  punya frame bahwa pernikahan adalah hal yang sacral.. Sama sakralnya dengan jaln mencapai sana.. :’( Sederhana memang, kata menjaga, tapi semacam ... Bayangkan, ketika harus selalu pura-pura lupa, pura-pura biasa, pura- pura ga denger kata sekitar, dan pura-pura baik-baik saja. Waktu: Menolak halus saat di jemput distasiun dengan mobilnya setelah capek perjalanan 10 jam St Senen- Jogjakarta Menjawab SMS dengan berkali-kali hapus-ketik, mencari kat