"Bismillah,
Lagi-lagi hari ini sulungku bikin Abinya marah,
Lately dia sering sekali menunjukkan kekecewaan karena Abinya sering marah. Dia mengucapkan kata-kata seperti: 'Ummi hebat, Abi yang tidak hebat,' bahkan kemarin si anak pertamaku sempat bilang di mobil bahwa Abi di keluarga paling terakhir.
Abinya marah sekali. Masya Allah.
Sebenarnya aku sedih, anakku bisa seperti itu kepada Abinya, tapi Abinya juga belum bisa mengelola emosinya.
Ummiku bilang, kalau anak ada masalah, yang bermasalah dari Ibunya.
Berarti aku yang belum bisa memastikan anakku bisa menjaga lisan dan juga belum bisa memastikan Abinya kenyang dalam kondisi yang tenang.
Abinya nyuekin deh akhirnya, dan aku yang antar si Sulung ke sekolah.
Potret ini benar-benar seperti aku dan Ummiku dahulu, beda sekali aku dan Abi, tidak pernah bertengkar.
Sampai aku tidak mau melihat wajah Ummi, dan Ummi juga tidak mau ketemu aku.
PRT minta aku untuk minta maaf, tapi aku tidak mau, karena menurutku, seharusnya Ummi mendukung aku kuliah di UGM pada saat teman-teman lain tidak diterima, hanya 3 dari 10 orang yang diterima.
Akhirnya, seingetku, Ummi yang duluan ngajak aku ngobrol dan bayari aku UGM jalur termahal.
Bagaimana ya, soalnya Ummi juga ketemu Abi kan di Jakarta, pas Ummi kabur dari Brebes.
Jadi ya jiplak saja, aku ingin punya kehidupan sendiri gitu,
Tapi dalam keluarga kecilku, pengaruh dan kekuatan suamiku sangat dominan di keluarga,
Jadilah bertengkar antara Anak dengan Bapak.
Ya, aku sih berharap suamiku bisa berkompromi dengan keadaan dan membuka dengan lapang.
Juga, sulungku bisa lebih menerima dan mudah mengikuti permintaan Abinya, meskipun ya, susah juga."
Please note that the text may still require further improvement for a more coherent and fluent narrative.
Komentar
Posting Komentar