Saat itu gerimis...
kaca jendela penuh rintik hujan, satu-satu berlomba jatuh mendahului..
kami , berdua menatap dari dalam hangat..
tidak mau memikirkan apa yang memepengaruhi kecepatan jatuhnya..
bisa jadi diameter, posisi menempel, besar gaya gesek kaca, beda pengaruh tiupan angin dalam jeda milimeter..
kami tidak mau berfir serumit itu..
toh, sudah terlalu rumit cerita kami disatukan..
kubuka saja percakapan ringan dalam hangat malam itu,
" Papa kemarin bertanya..."
dia menyahut,
"tentang?"
aku hela nafas,
"tentang kamu..."
sambil memperbaiki posisi duduk , tidak lagi bersender di bahunya, aku raih tangnnya, dan melanjutkan ucapan barusan.
" tentang kamu, apa kamu bisa menyangi aku seperti Papa?"
dia mengubah posisi duduk, menghadap aku, terlihat teratarik dengan lanjutannya..
"lalu kamu jawab apa?"
"aku ga jawab, soalnya aku ga tau jawabannya"
aku mengangkat bahu
tanggapan dari raut wajahnya terlihat bingung, alisnya tertaut. terlihat tidak setuju jawabanku barusan..
"iya, memangnya aku punya bukti apa untuk ditunjukan ke Papa?"
kamu menghela nafas..
"bagaimana aku membuktikannya?"
aku menunduk,
"aku juga ga tau..."
" kamu mau teh? aku buatkan ya, sepertinya enak hujan gini sambil minum yang hangat"
lebih baik aku sudahi saja percakapan ini, gagal, tadinya mau membuat percakapan ringan, malah jadi berat gini, ga bagus ah merusak atmosfir hujam
aku beranjak ke dapur, melangkah kaki , sambil berkata pelan,
"aku tidak tau bagaimana caranya, gunakan dengan yang terbaik yang kamu bisa"
kamu menyusul ke dapur,
"kira-kira seberapa lama supaya Papa percaya?"
aku memutar badan dan kali ini sungguh-sungguh menjawabnya..
"seumur hidupmu"
*mata hari
kaca jendela penuh rintik hujan, satu-satu berlomba jatuh mendahului..
kami , berdua menatap dari dalam hangat..
tidak mau memikirkan apa yang memepengaruhi kecepatan jatuhnya..
bisa jadi diameter, posisi menempel, besar gaya gesek kaca, beda pengaruh tiupan angin dalam jeda milimeter..
kami tidak mau berfir serumit itu..
toh, sudah terlalu rumit cerita kami disatukan..
kubuka saja percakapan ringan dalam hangat malam itu,
" Papa kemarin bertanya..."
dia menyahut,
"tentang?"
aku hela nafas,
"tentang kamu..."
sambil memperbaiki posisi duduk , tidak lagi bersender di bahunya, aku raih tangnnya, dan melanjutkan ucapan barusan.
" tentang kamu, apa kamu bisa menyangi aku seperti Papa?"
dia mengubah posisi duduk, menghadap aku, terlihat teratarik dengan lanjutannya..
"lalu kamu jawab apa?"
"aku ga jawab, soalnya aku ga tau jawabannya"
aku mengangkat bahu
tanggapan dari raut wajahnya terlihat bingung, alisnya tertaut. terlihat tidak setuju jawabanku barusan..
"iya, memangnya aku punya bukti apa untuk ditunjukan ke Papa?"
kamu menghela nafas..
"bagaimana aku membuktikannya?"
aku menunduk,
"aku juga ga tau..."
" kamu mau teh? aku buatkan ya, sepertinya enak hujan gini sambil minum yang hangat"
lebih baik aku sudahi saja percakapan ini, gagal, tadinya mau membuat percakapan ringan, malah jadi berat gini, ga bagus ah merusak atmosfir hujam
aku beranjak ke dapur, melangkah kaki , sambil berkata pelan,
"aku tidak tau bagaimana caranya, gunakan dengan yang terbaik yang kamu bisa"
kamu menyusul ke dapur,
"kira-kira seberapa lama supaya Papa percaya?"
aku memutar badan dan kali ini sungguh-sungguh menjawabnya..
"seumur hidupmu"
*mata hari
Peeel, sukaaa <3
BalasHapusbarakallah bil :D
BalasHapusBarakallah Mba Saaabiiil :))
BalasHapus