Bismillahirrahminrrahim..
Aisha menutup matanya dan memelukku erat sekali
"Ica, ga mau keluar dari Kamar Mandi, Ica ga mau disini aja"
"kenapa Ica?" aku bertanya, ketakutan sekali dia
" Ica ga mau dengar petir"
Ya Allah anaku setakut ini sama petir, setengah jam aku tinggal untuk memasak dan menyiapkan makan, tapi dia tetap saja menutup matanya dengan tangan.
" Ga mau keliatan"
-Aku karenanya menjadi merasa bersalah..
ku coba ingat-ingat, apa sebabnya.
Oh Masya Allah, 2 hari yang lalu saat sudah gerimis, Anaku masih main diluar dan kututur kisahtentang meninggalnya salah satu kaka tingkat SMP yang tersambar petir karena bermain bola saat hujan.
Setelah itu, Aisha dan Nuruz langsung masuk dan menutup pintu, berhati-hati dengan petir..
Ya Allah, ternyat aku memuaskan diriku sendiri untuk memastikan mereka diam di rumah dengan cerita yang melukai keceriaanya.
Kemudian kucarikan obatnya, kukisahkan cerita tentang rahmat, tentang malaikat,
"Dalam setiap tetes hujan, ada malaikat yang menyampaikan rezeki, Aisha seneng kan jumpa banyak malaikat?"
Aisha tetap saja mneggeleng.
"Kalo hujan, kita bersyukur, karena tumbuhan bisa tumbuh, bumi menjadi subur, sekarang Ica dan Mas baca doa ya.."
mereka membaca bersama " Allhumma Shoyyiban Naafi'an"
"Nah, artinya kita minta sama Allah supaya hujan ini dijadikan hujan yang bermanfaat... jadi sekarang mau main hujan-hujannan?"
Nuruz loncat dan berteriak semangat " MAUUUUUU..."
Aisha? masihh menggeleng.
Kupeluk ia dan kubisiki, " Kita main hujan barenf-bareng ya ?"
Sore itu, aku mnejadi seorang Ibu yang mengajarkan anaknya untuk menyukai hujan, melompat di becekan dan menari dibawah mendung.
Ya Allah izin aku menjadi seorang Ibu yang mampu menyampaikan hikmah dalam dada anak-anaku.
Kalibata, Desember 2021.
Di tepi teras sambil menikmati anak-anak yang bermain hujan-hujanan di tengah jalan.
Aku bersyukur sekali melihat senyum dan tawa mereka.
Komentar
Posting Komentar